Kamis, 14 Oktober 2010

Penggunaan Bahasa Indonesia di Kalangan Remaja

Sering muncul keluhan di kalangan ahli bahasa, terutama pendidik, berkenaan dengan penggunaan bahasa di kalangan remaja. Para remaja berkecenderungan untuk "mencetak" bahasanya sendiri sebagai lambang suatu kelompok untuk mengisyaratkan kapribadian kelompok tersebut. Contoh percakapan di bawah ini, sedikit banya menggambarkan bagairaana penggunaan bahasa di kalangan remaja.
+ Ya nggak? Ya enggak? Ya enggak? Ronni menyapa.
- Asyiik! Sahut Linda dan Donni.
+ Lu semakin aja sekarang, Lin.
- Wah! geer deh gue!
+ Terus deh! (Massardi , 1981).
Percakapan di atas sulit dikenali rnaknanya, karena rnemang sama sekali bukan proses penyampaian pesan. Semua kata dapat dipahami namun susunannya sedemikian rupa hingga seolah tak bermakna. Dialog di atas tidak berisi apa-apa selain pengungkapan keakraban. la berlaku sebagai semacam passwords yang menandai hubungan intim antar teman. Contoh percakapan semacam itu, mudah ditemui baik dalam percakapan antar remaja, maupun dalam novel-novel pop yang memang ditujukan bagi para remaja.
Muncul anggapan kuat di beberapa kalangan bahwa bahasa remaja merupakan bahasa yang menentang kaidah-kaidah bahasa baku. Dalam beberapa hal, anggapan tersebut ada benarnya. Namun, bahasa remaja tereebut sebenarnya hadir pertama-tama bukan untuk "melawan" bahasa baku, melainkan lebih merupakan bahasa yang digunakan untuk "melawan" kemapanan dan kecenderungan-kecenderungan dominan dalam masyarakat, khususnya yang mereka sebut sebagai kaum tua.
Kecenderungan yang tinggi terhadap penggunaan akronim, mendapat "perlawanan" dengan penggunaan akronim-akronim yang sama dan atau memunculkan akronim baru dengan arti yang berlawanan dengan arti asalnya serta berbau cemooh dan kelakar seperti: Puskesmas yang berarti "pusing keseleo masuk angin"; bupati yang berarti "buka paha tinggi-tinggi"; sekwilda yang berarti "sekitar wilayah dada"; gersang yang berarti "segar dan merangsang" dan sebagainya.
Kecenderungan yang tinggi di kalangan pemuka masyarakat untuk mengambil bahasa asing untuk mempercanggih penampilannya segera mendapat "perlawanan" berupa kemunculan kata-kata yang nampak seperti asing sekedar untuk berolok-olok, seperti: pra one two land (perawan tulen), read one (ridwan), chantique (cantik) dan seterusnya (Oemarjati, 1978).
Pada umumnya, bahasa remaja mendasarkan dirinya pada pungutan bahasa dari sumber yang tidak terbatas. Selain itu, dalam pemungutan bahasa, para remaja tidak pandang bulu, baik dari bahasa daerah (jawa, sunda, batak dan sebagainya) maupun bahasa asing (Inggris, Arab, China dan sebagainya), serta bahasa khusus sebagairnana digunakan dalam lingkungan tertentu (penggemar CB, misalnya). Kalimat "Bokin gout kilo bravo now" (Bimo, 1981), misalnya, terdiri dari kata-kata yang diambil dari berbagai sumber. Bokin gout diambil dari bahasa prokem yang berarti bini gue. Sedangkan kilo bravo yang berarti KB diambil dari bahasa CB (citizen Band). Kata now, sudah barang tentu diambil dari bahasa Inggris. Kalimat di atas, dengan demikian berarti "Bini gue KB sekarang".
Bahasa prokem, sejauh ini sering diidentikkan dengan bahasa remaja, dan sebaliknya bahasa remaja sering diidentikan dengan bahasa Prokem. Tidak setiap bahasa remaja termasuk bahasa Prokem. Bahasa Prokem memiliki perbedaan-perbedaan cukup mendasar dengan bahasa remaja pada umumnya. Pembicaraan tentang bahasa Prokem bagi kepentingan morfologi, misalnya, dapat dilakukan karena berbeda dengan bahasa remaja bahasa Prokem memiliki kaidah morfologis. Selain itu, tidak seperti bahasa remaja yang mengambil sumbernya dari berbagai bahasa, bahasa Prokem relatif mengacukan dirinya pada bahasa Indonesia.

Kaidah Morfologis Bahasa Prokem
Kaidah morfologi bahasa Prokem pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Kata-kata biasa yang diberi arti baru
Kata-kata semacam ini diambil dari bahasa Indonesia biasa yang diberikan arti baru. Dalam banyak hal, kata-kata semacam ini hampir sama dengan penggunaan metafora dan gaya bahasa umumnya dalam bahasa Indonesia. Termasuk dalam contoh semacam ini adalah
meledak : berhasil mencuri barang berharga dan besar
tembak : memeras
cabut : pergi, berangkat dan atau pulang
dan sebagainya.
Contoh-contoh di atas sebenarnya tidak begitu produktif dalam bahasa Prokem. Antara arti kata dasar tersebut dalam bahasa Indonesia dengan arti baru dalam bahasa Prokem, pada umumnya masih jelas dan dapat dipahami. Penggunaan suatu kata "bahasa Indonesia dalam bahasa Prokem dengan arti lain, seringkali berubah meskipun pada dasarnya masih memiliki kaitan yang sama dengan sebelumnya. Kata amplop bagi ganja, terkadang berubah menjadi barang. karena selain seringkali perjualbelikan dalam amplop, ganja pun dianggap sebagai barang yang diperdagangkan
Tidak jarang, ganja pun disebut dengan gelek (memilih di telapak tangan), atau rumput, karena berjenis rumputan, sebagai padanan pada kata grass yang digunakan pemuda dalam bahasa Inggris (Chambert-Loir, 1983:120).
2) Kata-kata Jadian
Proses morfologis dengan menggunakan kata jadian dalam bahasa Prokem merupakan cara yang sangat produktif. Terdapat dua cara dalam mengubah kata dari bahasa Indonesia biasa menjadi kata Prokem, yakni dengan membalikkan urutan hurup dalam kata dasar dan penggunaan sisipan ok.
Cara pembalikan huruf dalam kata dasar sebenarnya sering digunakan dalam kode yang biasa digunakan anak-anak yang dikenal dengan nama bahasa balik. Dalam bahasa Prokem, yang ditukar biasanya adalah dua huruf konsonan dalam suatu kata dasar yang bersuku dua, misalnya:
payah menjadi yapah
burung menjadi rubung
macan menjadi caman
Kadang-kadang, huruf vokal pun ditukar, seperti kata-kata berikut; perkaos yang berasal dari perkosa; nyemot yang berasal dari monyet; yai yang berasal dari iya.
Sekalipun demikian, sebagai bahasa liar yang seakan-akan memberontak terhadap bahasa umum, bahasa Prokem sudah barang tentu tidak terlalu patuh terhadap aturan-aturannya sendiri. Kita selalu dapat mencari dan menemukan kekecualian yang merupakan pelanggaran dari peraturan dan kaidah-kaidah tersebut. Namun, kekecualian tersebut kadang-kadang mernperlihatkan kecenderungan linguistik yang tetap dan sudah dikenali. Huruf sengau di depan konsonan k, j, c, d, b, misalnya, cenderung diabaikan dalam proses penukaran huruf, sehingga:
bungkus menjadi kubus
anjing menjadi jaing
panjang menjadi japang
hancur menjadi caur
ambon menjadi baon
Selain itu, terdapat kecenderungan untuk mengabaikan huruf m, seperti dalam kata suim (musim), boil (mobil) dan sejenisnya.
Dari beberapa contoh di atas, terdapat kecenderungan lain, yakni terdapatnya dua huruf vokal sekaligus yang berdampingan dalam kata-kata bahasa Prokem. Kedua huruf vokal yang berdampingan tersebut tidak dipertalikan dengan konsonan w atau y, melainkan diucapkan sendiri-sendiri seolah-olah terdapat satu hamzah di antaranya, sehingga suim misalnya, harus dibaca su'im (musim) dan tidak dimengerti seandainya diucapkan suwim,
Cara kedua untuk menghasilkan kata Prokem adalah dengan menggunakan sisipan ok. Sebenarnya, cara pembentukan dengan sisipan ok lah yang benar-benar membedakan bahasa Prokem dengan varian bahasa remaja lainnya. Setiap kata jadian yang terbentuk dengan sisipan ok dapat dipastikah sebagai bahasa Prokem, sehingga tidak mengherankan jika penggunaan sisipan ok sangat produktif dalam bahasa Prokem. Kata jadian tersebut dibentuk berdasarkan dua patokan, yakni:
a) Bagian akhir kata dasar dibuang.
b) Suku kata kedua dari akhir ditambah sisipan ok. Dengan proses seperti itu, maka :
rumah menjadi rokum
bisa menjadi bokis
bapak rnenjadi bokap
sepatu menjadi sepokat
lemari menjadi lemokar
Dalam proses pernbentukan kata dengan sisipan ok, terjadi pula berbagai kekecualian. Dalam beberapa hal, kekecualian tersebut pun memiliki kecenderungan tertentu yang tidak jarang menunjukkan kesalahan berbahasa sebagaimana terjadi dalam bahasa Indonesia. Kata nyak (ibu, Betawi) serta mama misalnya, menjadi nyokap dan mokap. bukannya nyokap dan mokap, Hal ini boleh jadi karena terjadi asosiasi dengan bokap (bapak), agar memiliki kesamaan bunyi antara ayah dan ibu sebagai pasangan.
Dalam beberapa kata di mana huruf u atau i berdampingan dengan a, maka bukan bagian akhir kata yang dibuang melainkan huruf a, sehingga kata:
jual menjadi jokul;
liat menjadi lokit; dan
keluar menjadi keIokur.
Selain itu, huruf h dan bunyi h di tengah kata cenderung diabaikan, sehingga kata tahu menjadi tokau dan tahi menjadi tokai.
Selain itu, terdapat pula beberapa kata yang terbentuk dengan dua pola perubahan morfologi sekaligus, yakni dengan sisipan ok dan awalan kos. Awalan kos sebenarnya tidak begitu produktif dalam bahasa Prokem. Di antara yang tidak produktif tersebut sering sekaligus mengalami pengimbuhan -ok-. Penggunaan awalan kos, dilakukan dengan menambahkan kos pada kata dasar yang suku akhir katanya dihilangkan, seperti pulang menjadi kospul untuk kemudian secara bersamaan mendapat sisipan ok sehingga menjadi poskul.
3) Kata-kata Baru yang Tak Diketahui Akarnya
Kata-kata baru dalam bahasa Prokem yang termasuk kelompok ini sulit diketahui apakah ia merupakan kata-kata baru atau kata jadian, karena dasarnya tidak dikenali lagi. Kata ogut misalnya, segera mengingatkan kita pada kata gue (saya). Namun, tak ada contoh lain satupun yang dapat rnenjelaskan perubahan kata gue menjadi ogut. Hal yang sarna terjadi pula pada kata doi (kekasih, si dia), yang mudah dikenali sebagai berasal dari kata dia. Namun, sebagaimana ogut. proses perubahan dari dia menjadi doi pun tidak dapat ditelusuri prosesnya karena tidak ada contoh sejenis.
Kata-kata yang sullt dikenali prosesnya dari akar kata bahasa Indonesia sebelum menjadi bahasa Prokem dalam beberapa hal bahkan sulit dicari akarnya dalam bahasa Indonesia, seperti beceng (pistol), bohay (wanita cantik), boin (bego. dungu), gentur (tidur), tit (mati) dan sebagainya.
Proses semacam ini, tidak begitu produktif dalarn bahasa Prokem. Nampaknya, ia dihasilkan begitu saja, untuk kemudian, jika kebetulan, diterima dan digunakan berdasarkan kesepakatan diam-diam.

Kesimpulan dan Penutup
Pada dasarnya, apa yang disebut sebagai bahasa Prokem bukanlah merupakan bahasa dalam arti sebenarnya. la lebih berupa perbendaharaan kata belaka, sehingga bahasa Prokem hanya memiliki kaidah morfologis dan tidak memiliki kaidah sintaksis. Bahkan, kaidah-kaidah morfologi, lewat penggunaan sisipan ok misalnya semata-mata bersifat morfologis dan tidak memiliki fungsi sintaksis. Kata-kata yang telah mengalami proses morfologis tersebut, digunakan dalam kalimat yang berdasarkan sintaksis bahasa Indonesia pada umumnya. Jika kata-kata Prokem tersebut mendapat imbuhan, maka imbuhan tersebut berupa imbuhan bahasa Indonesia seperti bersepokat bagi bersepatu, tergentur bagi tertidur dan sebagainya.
Dalam beberapa hal, jika seseorang atau sekelompok orang tengah berbahasa Prokem, berarti mereka tengah menggunakan bahasa Indonesia dengan menyelipkan kata-kata Prokem dalam jumlah yang banyak hingga sulit dikenali orang lain.
Berbagai tanggapan terhadap bahasa Prokem selama ini mengesankan bahwa bahasa Prokem dianggap sebagai unsur perusak bahasa Indonesia. Di sisi lain, ada pula yang beranggapan bahwa bahasa Prokem justru menunjukkan kreativitas berbahasa di kalangan anak muda. Anggapan semacam ini, misalnya dilontarkan oleh Teguh Esha (1981) dan Boen S. Oemarjati (1980). Oemarjati bahkan beranggapan bahwa sebagai salah satu sumber pemerkaya bahasa Indonesia (dalam arti menambah perbendaharaan kata), bahasa remaja dan bahasa Prokem jelas lebih kreatif, lebih lincah dan enak didengar dibanding peminjaman mentah-mentah istilah asing.
Ada satu hal yang perlu ditekankan dan diperhatikan dalam kasus bahasa Prokem tersebut, yakni kedekatannya dengan bahasa Indonesia. Dalam banyak hal, penggunaan bahasa Prokem menunjukkan kefasihan berbahasa Indonesia serta keakraban berbahasa Indonesia. Seseorang yang tidak akrab dan mengenal baik bahasa Indonesia akan mengalami kesulitan serius untuk menggunakan bahasa Prokem. Bahasa Prokem sebagai bahasa yang digunakan terutama oleh kala remaja, bagaimanapun hanya merupakan mode sesaat yang akan segera berlalu. Ketika kegemaran berbahasa Prokem berlalu, ada yang tertinggal yakni keakraban berbahasa Indonesia, karena bahasa Prokem merupakan merupakan varian geloroh dari bahasa Indonesia yang didirikan di atas bahasa Indonesia. Hal ini berbeda dengan banyak bahasa remaja yang merupakan bahasa campur-baur dari berbagai bahasa dan dialek tanpa kaidah apapun, serta berbeda pula dengan penggunaan bahasa di kalangan pemuka masyarakat dan pejabat yang berbahasa dengan buruk penuh pinjaman bahasa asing yang tidak relevan dan terang-terangan melanggar kaidah berbahasa Indonesia tanpa merasa bersalah.


sumber :
google search

Ditulis Oleh : Opi M. Adiwijaya

Pendapat / komentar :
Menurut saya , bahasa yang di pakai pada kalangan remaja saat ini jauh dari Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka seakan-akan tidak peduli dengan tata cara Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Banyak cara untuk membuat remaja menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, yaitu :
1. Membiasakan diri untuk membaca buku-buku penulis Indonesia.
2. Memperkenalkan remaja dengan karya sastra sastrawan Indonesia.
3. Berlatih menulis dengan Bahasa Indonesia yang baik.

Maka dari itu , pakailah bahasa yang baik dan benar sebagai wujud kecintaan terhadap Bangsa Indonesia.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar