Sabtu, 20 April 2013

TUGAS 3 ( HUKUM PERBURUHAN )


DESAIN INDUSTRI

I.  PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM
Desain Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Hak Prioritas
Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa Tanggal Penerimaan yang diajukannya ke negara tujuan, yang juga anggota Konvensi Paris atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, memiliki tanggal yang sama dengan Tanggal Penerimaan yang diajukan di negara asal selama kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Konvensi Paris. Permohonan dengan menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pertama kali diterima negara lain yang merupakan anggota Paris Convention for Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization.
Hak Eksklusif
Hak Eksklusif ialah hak untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa  persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang diberikan desain industri.
Hak Desain Industri
Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Subjek dari hak desain industri
  1. Yang berhak memperoleh Hak Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
  2. Dalam hal Pendesain Industri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Industri  diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali diperjanjikan lain.
  3. Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan, pemegang Hak Desain Industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Disain Industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila penggunaan Desain Industri itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
  4. Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Industri itu dianggap sebagai Pemegang Hak Desain Industri kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pengalihan Hak
Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan cara :
  • Pewarisan;
  • Hibah;
  • Wasiat;
  • Perjanjian tertulis; atau
  • Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pengalihan Hak Desain Industri harus disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak dan wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar  biaya  yang ditentukan.
Pengalihan Hak Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
Pengalihan Hak Disain Industri tersebut akan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
Pengalihan Hak Desain Industri tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam Sertifikat Desain Industri, Berita Resmi Desain Industri, maupun dalam Daftar Umum Desain Industri.
Lisensi
Pemegang Hak Desain Industri berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan, kecuali jika diperjanjikan  lain.
  1. Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenakan biaya.
  2. Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
  3. Perjanjian Lisensi diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
Bentuk dan isi perjanjian lisensi
  1. Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    1. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual wajib menolak pencatatan Perjanjian Lisensi yang memuat sesuai ketentuan yang ditetapkan.
    2. Ketentuan mengenai pencatatan Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
II.  LINGKUP DESAIN INDUSTRI
Desain Indusri yang mendapat perlindungan
Desain Industri yang mendapat perlindungan adalah :
1.      Desain industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri tersebut tidak sama atau berbeda dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun terdapat kemiripan.
2.      Pengungkapan sebelumnya sebagaimana dimaksud adalah pengungkapan Desain Industri yang sebelum :
  • tanggal penerimaan; atau
  • tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas;
  • telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.
3.      Suatu Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaannya, Desain Industri tersebut.
4.      Telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau telah digunakan di Indonesia oleh Pendesain dalam rangka pencobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.
5.      Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama atau kesusilaan.
Pembatalan Desain Industri
Desain industri yag telah terdaftar dapat dibatalkan dengan 2 (dua) cara, yaitu :
1.      Berdasarkan permintaan pemegang hak
Desain Industri terdaftar dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas permintaan tertulis yang diajukan oleh pemegang hak.  Apabila desain industri tersebut telah dilesensikan, maka harus  ada persetujuan tertulis dari penerima lisensi yang tercatat dalam daftar umum desain industri, yang dilampirkan pada permintaan pembatalan pendaftaran tersebut. Jika tidak ada persetujuan maka pembatalan tidak dapat dilakukan.

2.      Berdasarkan gugatan (putusan pengadilan)
Gugatan pembatalan pendaftaran desain industri dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan kepada Pengadilan Niaga. Putusan Pengadilan Niaga tersebut disampaikan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan.
Akibat hukum dari pembatalan pendaftaran suatu desain industri
Pembatalan pendaftaran desain industri menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan hak desain industri dan hak-hak lain yang berasal dari desain industri tersebut.
III.  JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI
1. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
2.Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
A. Waralaba (Franchising)
Waralaba berarti hak untuk menjalankan usaha/bisnis didaerah yang telah ditentukan. Secara historis, waralaba didefinisikan sebagai penjualan khusus suatu prosuk disuatu daerah tertentu dimana produsen memberikan latihan kepada perwakilan penjualan dan menyediakan produk informasi dan iklan, sementara ia mengontrol perwakilan yang menjual produk didaerah yang telah ditentukan.
Terdapat 4 unsur hak kebendaan yang terdapat dalam hak kebendaan yang terdapat dalam hukum waralaba;
  1. Hak untuk berusaha dalam bisnis tententu
  2. Adanga hak berupa penggunaan tanda pengenal usaha sekaligus menjadi ciri pengenal, berupa merek dagang atau merek jasa.
  3. Hak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain dengan lisensi yang berupa penggunaan rencana pemasaran dan bantuan manajeman dan lain-lain secara luas.
  4. Adanya hak bagi franchisor untuk mendapatkan prestasi dalam perjanjian lisensi tersebut.
Jika kemudian adanya pengalihan terhadap hak tersebut melalui perjanjian lisensi, maka selanjutnya untuk proses pengalihannya tunduk pada asas-asas hukum perikatan. Usulan diatas dimaksudkan, jika terdapat keinginan untuk menempatkan figure hukum waralaba ini kedalam kerangka hukum perdata Indonesia. Pemilik franchise paling tidak berkuasa penuh atas hak-hak:
  1. Hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu
  2. Hak untuk menggunakan idenditas perusahaan
  3. Hak untuk menguasai/monopoli keahlian (keterampilan) operasional, manajeman pemasaran, dan lain-lain.
  4. Hak untuk menentukan lokasi wilayah usaha
  5. Hak untuk menentukan jumlah perusahaan
Hak-hak tersebut merupakan hak kebendaaan yang memiliki ciri-ciri hak multak (absolute) tidak dapat diganggu gugat. Dalam hak tersebut terdapat pula rahasia dagang/jasa, rahasia dalam pengoahan barang/jasa dll. dalam figure hukum waralaba ini tidak hanya terdapat hak cipta, hak paten, hak merek, hak desain industri, tetapi lebih jauh terdapat pula hak immaterial lainnya seperti hak atas keahlian dan keterampilam.
Di indonesia pengaturan tentang waralaba terdapat pada peraturan pemerintah R.I. No.16 Tahun 1997 yang merumuskan tentang arti;
  1. Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan  hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan.
  2. Pemberi waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang member hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual
  3. Penerima waraba (franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atas penemuan atau cirri khas yang dimiliki pemberi waralaba.

 B. DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

I.  PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  1. Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
  2. Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif,  serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
  3. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hal eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Lisensi
  • Pemegang Hak berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan, kecuali jika diperjanjikan lain.
  • Pemegang hak tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberi Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan, kecuali jika diperjanjikan lain.
  • Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
  • Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
  • Perjanjian Lisensi diumumkan dalam Berita Resmi Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Bentuk dan Isi Perjanjian Lisensi
  1. Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas.
  1. Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
Pengalihan Hak
  1. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan:
  1. pewarisan;
  2. hibah;
  3. wasiat;
  4. perjanjian tertulis;  atau
  5. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
  1. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.
  1. Segala bentuk pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
  1. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu maupun dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
II. LINGKUP DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU (DTLST)
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang mendapat perlindungan
  1. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan untuk Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang orisinal.
  1. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dinyatakan orisinal apabila desain tersebut merupakan hasil karya mandiri Pendesain, dan pada saat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para Pendesain.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak dapat diberikan jika Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama atau kesusilaan.
Subjek dari hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  1. Yang berhak memperoleh Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
  1. Dalam hal Pendesaian terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan kepada mereka secara bersama/kecuali jika diperjanjikan lain.
Dasar Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan atas dasar permohonan.
Hak pemegang Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  1. Pemegang Hak memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimilikinya dan untuk  melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagian Desain yang telah diberi Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  1. Dikecualikan dari ketentuan yang dimaksud adalah pemakaian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
III. JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
  1. Perlindungan terhadap Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan kepada Pemegang Hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimana pun atau sejak Tanggal Penerimaan.
  1. Dalam hal Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu telah dieksploitasi secara komersial, Permohonan harus diajukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pertama kali dieksploitasi.
  1. Perlindungan diberikan selama 10 (sepuluh) tahun.
  1. Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Sumber:
Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997
Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005.
http://konsultanhki.com/desain-tata-letak-sirkuit-terpadu

TUGAS 2 ( HUKUM PERBURUHAN )


Alih Teknologi Hak Kekayaan Intelektual
Perkembangan ilmu pengetahunan dan teknologi telah menciptakan paradigma baru dalam konsepsi ekonomi, paradigma tersebut menjadikan pengetahuan sebagai landasan dalam pembangunan ekonomi (knowledge based economy). Dalam paradigma tersebut, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi salah satu alternatif dalam pembangunan ekonomi bangsa.
Untuk melaksanakan pembangunan disegala bidang, terutama dalam rangka industrialisasi, mutlak diperlukan teknologi. Dalam rangka pengembangan teknologi dan perlindungan penemuan-penemuan dibidang teknologi dipelukan pengaturan HKI dibidang paten. Salah satu aspek positif dari paten yaitu untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang muncul dari publikasi dan aplikasi paten.
Dalam perkembangan saat ini, negara-negara maju cendrung proteksionis untuk memberikan perlindungan hak atas paten. Sikap proteksionis dari negara-negara maju muncul setelah adanya kebijakan dunia internasional tentang alih teknologi. Teknologi yang dimiliki oleh negara-negara maju telah menarik perhatian negara-negara berkembang untuk dapat mengambil alih, tetapi tentunya pengambilalihan tersebut harus tetap memperhatikan aspek hukum yang berkenaan dengan proses pengambilalihannya.
Sejak beberapa dasawarsa yang lalu, negara berkembang, termasuk Indonesia semakin gencar berusaha menarik investor asing, guna memperoleh modal dan kesempatan memanfaatkan alih teknologi. Salah satu langkah strategis yang dilakukan Indonesia untuk mengundang investor masuk ke Indonesia dalam rangka alih teknologi adalah dengan meningkatkan perlindungan paten terhadap penemuan teknologi.
Dengan meningkatnya perlindungan paten terhadap penemuan teknologi, maka investasipun semakin berkembang. Namun hadirnya multinational enterprise (MNE) di-era perdangan bebas dengan membawa modal besar dan teknologi maju yang dilindungi paten telah menimbulkan kontroversi antara tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan teknologi atau justru menciptakan jurang kesenjangan dan ketergantungan antara negara maju dan berkembang. Munculnya berbagai konflik antara negara maju dan negara berkembang disebabkan oleh perbedaan kepentingan, khususnya dalam kepentingan teknologi dan kepentingan ekonomi. Untuk melindungi kepentingan nasional, sudah seharusnya Indonesia memiliki seperangkat peraturan yang dapat mengakomodasi perlindungan hukum terhadap konflik kepentingan yang muncul dalam alih teknologi.
Dengan maraknya era perdagangan bebas yang berbasis teknologi tinggi dan modal yang kuat, maka persaingan dan konflik paten juga bermunculan. Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka perlu ada kajian tentang pengaturan alih teknologi dibidang paten dalam era perdagangan bebas di Indonesia.

Alih Teknologi Paten Dalam Era Perdagangan Bebas
Dalam rangka berpartisipasi aktif dalam perdagangan bebas dan globalisasi industri, peran teknologi sangat diharapkan dalam menunjang pembangunan ekonomi di Indonesia. Bila melihat sistem ekonomi Indonesia, maka secara normatif sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan, namun pada perkembangannya, saat ini sistem ekonomi Indonesia mulai bergeser menuju sistem ekonomi kapitalis, seiring dengan ikut sertanya Indonesia menjadi anggota WTO.
WTO mempunyai misi untuk meliberalisasi perdagangan dunia. Liberalisasi perdagangan dunia terfokus pada penurunan dan peniadaan tariff. Sampai saat ini WTO sebagai oraganisasi perdagangan dunia belum menampakkan peran nyata dalam menata perekonomian yang adil dan sejahtera. Perdagangan bebas sebagaimana yang dikehendaki oleh WTO umumnya lebih menguntungkan negara maju, aturan-aturannya lebih banyak yang menguntungkan negara industri daripada negara berkembang. Sepanjang menyangkut negara maju, perbedaan teknologi yang jauh akan sangat berpengaruh terhadap perdagangan internasional, dengan menampilkan teknologi yang canggih, negara maju akan mendapatkan reputasi internasional dalam perdangan demi mencari dukungan ekonomi dan politik dunia. Dalam era-perdangan bebas, pemanfaatan teknologi lebih difokuskan pada kekayaan intelektual sebagai alat untuk menjamin monopoli dan akses pasar.
Dalam Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan teknologi adalah “cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia”, sedangkan yang dimaksud dengan alih teknologi dalam undang-undang tersebut adalah “pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan, atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya”
Kemajuan teknologi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi paling penting. Sebagaimana diungkapkan oleh Todaro, ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu:
  1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral
  2. Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerjaKemajuan teknologi yang hemat modal
Berdasarkan ketiga kliasifikasi tersebut dapat ditarik benang merah, bahwa kemajuan teknologi saling mendukung dengan kemajuan ekonomi, yaitu dengan berkembangnya investasi maka akan meningkatkan kualitas SDM dan kuantitas SDA melalui pemberdayaan penemuan-penemuan baru serta inovasi teknologi canggih. Perkembangan teknologi merupakan pijakan dasar bagi suatu negara untuk menyambut era global yang penuh persaingan.
Alih teknologi dari suatu negara ke negara lain, umumnya dari negara maju ke negara berkembang dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis bantuan teknologi yang dibutuhkan untuk suatu proyek. Teknologi dapat dipindahkan melalui cara sebagai berikut:
  1. Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli asing perorangan. Dengan cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi, yang berupa teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok untuk industri kecil dan menengah.
  2. Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.
  3. Perjanjian lisensi dalam teknologi, si pemilik teknologi dapat memberikan hak nya kepada setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
  4. Expertisi dan bantuan teknologi. Keahlian dan bantuan dapat berupa:
  • Studi pre-investasi.
  • Basic pre-ingeenering.
  • Spesifikasi masin-mesin.
  • Pemasangan dan menja1ankan mesin-mesin.
  • Manajemen
Alih Teknologi dan HKI sangat berkaitan erat. Hubungan alih teknologi dan perlindungan HKI terdapat pada Trips Agrement Pasal 7 a.1. yang menentukan: “perlindungan HKI harus memberi sumbangan pada usaha pendorong penemuan teknologi dan alih teknologi, berdasarkan keuntungan timbal balik antara pemilik dan pengetahuan teknologi dan dalam situasi yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomis, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban”.
Salah satu bidang HKI yang terkait langsung dengan teknologi adalah paten. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 butir 1 Ketentuan Umum UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten yang dimaksud dengan Paten adalah “hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil Invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”, sedangkan dalam butir 2 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Invensi adalah “ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses”.
Di dalam teknologi terkandung kekuatan, baik ekonomi, politik maupun sosial yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis bagi pemiliknya. Perusahaan pemilik teknologi berpaten menguasai monopoli atas penggunaan teknologi tersebut, sehingga mereka dapat mempengaruhi kehidupan politik dan ekonomi negara yang dimasukinya.
Masalah pemanfaatan teknologi canggih yang dilindungi paten di negara berkembang juga menjadi kontroversi, yaitu bagi MNE yang demi meraih keuntungan sebasar-besarnya, mereka mendayagunakan paten dengan memadukan faktor-faktor produksi murah dan dominasi teknologi riset&devolepment (R&D) tetap di negara asal, sedangkan negara berkembang yang mengharapkan penyebaran teknologi melalui MNE hanya menjadi penonton atau operator mesin saja. Paten atas teknologi maju telah membawa pemiliknya yaitu MNE menjadi kapitalis baru, tidak hanya bermodalkan uang, melainkan kekayaan intelektual memainkan peran penting untuk menguasai pasar internasional.
Secara internsional ada 3 fase alih teknologi, yaitu: transfer material, transfer rancang bangun, dan alih kemampuan. Pada kenyataannya, fase-fase alih teknologi tersebut hanya menjadikan pekerja Indonesia sebagai operator saja, bahkan terjadi ketergantungan teknologi, baik bahan baku, maupun mesin. Pada fase alih kemampuan sebenarnya diharapkan dapat membuat perbaikan dan diversifikasi produk, namun motivasi profit oriented perusahaan asing dan domestik serta adanya klausula-klausula yang membatasi lisensi menjadi penghalang kemajuan teknologi maupun untuk mendapatkan paten atas teknologi improvement.
Pengembangan teknologi sangat penting dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, demikian juga perubahan teknologi yang semakin maju dapat menjadi sarana perubahan menuju tingkat perekonomian yang lebih maju. Untuk menguasai pasar, teknologi tersebut harus dijaga dan dilindungi dengan pemilikan paten serta kontrol yang ketat.
Dari sudut pandang ekonomi internasional, peranan paten atas teknologi maju sangat penting dalam penanaman modal MNE dan hubungannya dengan perdangan bebas. Paten selain dibawa dengan joint venture maupun direct investment (penanaman modal asing) juga dapat diperoleh melalui transaksi paten, yaitu lisensi paten. Lisensi dapat bersifat ekslusif, non-ekslusif, paket lisensi, dan lisensi wajib. Dengan terjadinya perjanjian lisensi (licensee) domestic, maka hak pemanfaatan secara ekonomis atas paten berpindah. Dengan demikian, batas perlindungan paten atau monopoli penggunaannya juga beralih kepada licensee, yaitu untuk membuat, menjual, dan memanfaatkan sebagaimana telah diatur dalam UU Paten. Dalam praktiknya, banyak klausula dalam perjanjian lisensi yang merugikan pihak licensee dari segi ekonomi maupun teknologi. Dalam klausula paten banyak ditemukan restrictive bussines practice, tie-in, grant black, yang tentunya akan menhambat kemajuan perekonomian dan teknologi.
Dari pengalaman negara maju, diketahui bahwa negara-negara industri menyebarkan hukum intelektual mereka setalah mencapai level teknologi tinggi dan produksi untuk peningkatan ekonomi. Hukum kekayaan intelektual mereka dibuat untuk menjamin perlindungan terhadap pemilikan teknologi serta pemasaran produknya. Secara logis, apabila negara berkembang ingin mengadakan perjanjian alih teknologi dengan negara maju, maka negara berkembang harus menjamin perlindungan yang sama dengan negara maju. Selain itu, klausula-klausula yang bersifat menguntungkan negara maju sangat mungkin terjadi berdasarkan keinginan dan tujuan mereka untuk menguasai pasar global dengan jaminan kemanan teknologi berpatennya dan keuntungan ekonomis sebanyak-banyaknya.
Menurut Goans sistem paten yang kuat dapat menciptakan iklim yang mendorong industri untuk menginvestasikan dan mengalihkan teknologi baru di negara berkembang. Dari sudut pandang kepentingan teknologi, apabila perlindungan terlalu luas, maka tidak akan terjadi pengembangan teknologi karena modifikasi sebesar apa pun akan dikualifikasikan sebagai pelanggaran. Sebaliknya, bila perlindungan paten diberikan terlalu sempit, maka akan merugikan pihak patentee, karena akan muncul banyak penemuan dengan teknologi yang mirip-mirip dan kemungkinan memperoleh paten relatif lebih mudah.
Masalah perlindungan dan pengalihan teknologi melalui sistem paten telah menjadi perhatian dunia internasional, terutama bagi negara-negara berkembang yang kemajuan teknologinya jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Perlindungan hukum dan pengalihan teknologi dalam sistem paten pertama kali dikemukan dalam forum internasional oleh Brazilia di sidang umum PBB pada bulan November 1961, yang mengajukan usul resolusi dengan judul “The Role of Paten in the Transfer of Teknologi to bundle development Countries” (peran paten dalam alih teknologi ke negara-negara berkembang). Di Indonesia hal-hal yang berkaitan dengan masalah alih teknologi melalui sistem paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Dengan adanya pengaturan alih teknologi dalam UU Paten diharapkan dapat merangsang masuknya inventor asing ke Indonesia serta memberikan kemudahan transfer teknologi dari negara maju ke Indonesia.
Salah satu masalah alih teknologi melalui sistem paten yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 adalah kedudukan paten-paten asing yang didaftarkan di Indonesia. UU No. 14 Tahun 2001 tidak saja memberikan perlindungan hukum terhadap paten-paten yang dimiliki oleh orang Indonesia (paten nasional), tetapi juga memberikan kesempatan kepada warga negara asing untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap patennya di Indonesia. Hal ini merupakan konskwensi dari keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Paris. Terbukanya kesempatan bagi warga negara asing untuk memperoleh perlindungan terhadap patennya diatur dalam pasal 26, 27, dan 29 UU No. 14 Tahun 2001.
Dalam rangka alih teknologi, Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2001 mengamantkan pemegang paten asing yang mendapatkan perlindungan di Indonesia wajib melaksanakan patennya di wilayah Negara Republik Indonesia. Kemudian pasal 75 menyebutkan apabila dalam jangka waktu 3 tahun paten tersebut tidak dilaksanakan, maka Dirjen HKI dapat melaksanakan lisensi wajib.
UU No. 14 tahun 2001 juga mengatur pembatasan pada bagian lisensi (khususnya Pasal 71) yang intinya menyatakan bahwa perjanjian lisensi tidak boleh berisi ketentuan-ketentuan yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan pengaruh yang merugikan perekonomian Indonesia atau pembatasan tertentu yang mengahalangi kemampuan bangsa Indonesia untuk menguasai dan mengembangkan teknologi yang berkaitan dengan temuan yang telah dipatenkan. Walaupun Pasal 71 UU No. 14 Tahun 2001 telah mengatur larangan-larangan dalam perjanjian lisensi, namun baik dalam pasal maupun dalam penjelasannya, Pasal 71 tersebut belum memberikan pengertian yang jelas mengenai tiga macam larangan-larangan yang diatur dalam pasal tersebut.
Dalam ketentuan Pasal 72 UU No. 14 Tahun 2001 disebutkan bahwa:
  1. Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya
  2. Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatat di Direktorat Jendral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
Ketentuan pidana dalam UU No. 14 tahun 2001 tidak menyatakan pelanggaran terhadap Pasal 72 ini merupakan tindak pidana, sehingga dapat dilihat bahwa kewajiban untuk mendaftarkan perjanjian lisensi hanya sekedar anjuran saja, sehingga tidak jelas arah dan tujuannya. Jika kemudian pemerintah memilih hak lisensi yang perjanjiannya tidak didftarkan tersebut tidak diperkenankan untuk dilaksanakan di Indonesia maka hal ini justru akan menghambat arus modal asing.
Di India, alih teknologi dipandang sebagai proses aliran kekayaan dari luar negeri ke India, sehingga masalah alih teknologi diatur dalam Foreign Exchange Regulation Act. Di Malaysia, alih teknologi dikaitkan dengan kegiatan penanaman modal sehingga diatur secara khusus dalam UU insentif dan UU penanaman modal, bahkan di Argentina pengaturannya menggunakan UUPMA dan UU alih teknologi. Saat ini masalah alih teknologi lebih difokuskan pada persaingan global dan monopoli serta kekayaan intelektual meskipun masih dalam kerangka permasalahan penanaman modal asing dan kualitas SDM. Pengalaman Korea lebih mefokuskan alih teknologi pada hukum kontrak, yang dimaksudkan untuk lebih menjamin kedudukan pihak lisensi.
Di Indonesia pengaturan alih teknologi dibidang paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001. UU No. 14 Tahun 2001 merupakan wujud komitmen Indonesia karena telah meratifikasi TRIPs. Sejarah terbentuknya TRIPs dilandasi keinginan negara industri kapitalis untuk menguasai pasar ekonomi dunia dengan memaksakan berlakunya aturan standar hak kekayaan intelektual di negara berkembang. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjamin perlindungan intellectual property-nya serta dapat menjamin keamanan berinvestasi. Hingga saat ini, Indonesia belum mempunyai strategi yang mantap untuk alih teknologi dengan menyediakan perangkat perundangan yang khusus mengatur strategi nasional dalam pengalihan teknologi dan peraturan operasionalnya. UU No. 14 Tahun 2001 memang telah memberikan perlindungan terhadap penemuan di bidang teknologi dan lisensi, namun demikian, penegakan hukum serta perangkat hukum di bawahnya masih perlu disediakan dan di efektifkan melalui pengaturan secara khusus tentang alih teknologi.
Hukum sebagai sarana pembaharuan sosial harus mampu untuk memberikan perlindungan terhadap perkembangan baru, untuk itu alih teknologi harus segera diatur menurut hukum Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia harus menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosio-ekonomi nasional dan khususnya dalam memperlancar peningkatan produksi dari barang dan jasa dalam sektor industri dan memasukkan teknologi asing yang cocok yang tepat dari luar negeri kedalam negeri dengan ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan harga yang menguntungkan bagi kepentingan nasional. Pengaturan tentang alih teknologi perlu diperhatikan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pengembangan teknologi baru di Indonesia.
Kesimpulan
Pengaturan alih teknologi dibidang paten dalam era perdagangan bebas di Indonesia sampai saat ini belum terakomodasi dalam perangkat peraturan perundang-undangan yang secara khusus dapat mengatur strategi nasional dalam pengalihan teknologi, padahal teknologi dan perlindungannya dalam hukum paten berperan sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Masalah-masalah yang terkait dengan alih teknologi di Indonesia memang telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten, namun pada tataran implentasinya UU No. 14 Tahun 2001 belum mampu mengakomodasi dan memberikan perlindungan dan keuntungan dalam pemanfaatan alih teknologi.
Sumber: