Alih Teknologi Hak Kekayaan Intelektual
Perkembangan
ilmu pengetahunan dan teknologi telah menciptakan paradigma baru dalam konsepsi
ekonomi, paradigma tersebut menjadikan pengetahuan sebagai landasan dalam
pembangunan ekonomi (knowledge based economy). Dalam paradigma tersebut,
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi salah satu alternatif dalam pembangunan
ekonomi bangsa.
Untuk
melaksanakan pembangunan disegala bidang, terutama dalam rangka
industrialisasi, mutlak diperlukan teknologi. Dalam rangka pengembangan
teknologi dan perlindungan penemuan-penemuan dibidang teknologi dipelukan
pengaturan HKI dibidang paten. Salah satu aspek positif dari paten yaitu untuk
mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang muncul dari
publikasi dan aplikasi paten.
Dalam
perkembangan saat ini, negara-negara maju cendrung proteksionis untuk
memberikan perlindungan hak atas paten. Sikap proteksionis dari negara-negara
maju muncul setelah adanya kebijakan dunia internasional tentang alih
teknologi. Teknologi yang dimiliki oleh negara-negara maju telah menarik
perhatian negara-negara berkembang untuk dapat mengambil alih, tetapi tentunya
pengambilalihan tersebut harus tetap memperhatikan aspek hukum yang berkenaan
dengan proses pengambilalihannya.
Sejak
beberapa dasawarsa yang lalu, negara berkembang, termasuk Indonesia semakin
gencar berusaha menarik investor asing, guna memperoleh modal dan kesempatan
memanfaatkan alih teknologi. Salah satu langkah strategis yang dilakukan
Indonesia untuk mengundang investor masuk ke Indonesia dalam rangka alih
teknologi adalah dengan meningkatkan perlindungan paten terhadap penemuan
teknologi.
Dengan
meningkatnya perlindungan paten terhadap penemuan teknologi, maka investasipun
semakin berkembang. Namun hadirnya multinational enterprise (MNE) di-era
perdangan bebas dengan membawa modal besar dan teknologi maju yang dilindungi
paten telah menimbulkan kontroversi antara tujuan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan teknologi atau justru menciptakan jurang kesenjangan dan
ketergantungan antara negara maju dan berkembang. Munculnya berbagai konflik
antara negara maju dan negara berkembang disebabkan oleh perbedaan kepentingan,
khususnya dalam kepentingan teknologi dan kepentingan ekonomi. Untuk melindungi
kepentingan nasional, sudah seharusnya Indonesia memiliki seperangkat peraturan
yang dapat mengakomodasi perlindungan hukum terhadap konflik kepentingan yang
muncul dalam alih teknologi.
Dengan
maraknya era perdagangan bebas yang berbasis teknologi tinggi dan modal yang
kuat, maka persaingan dan konflik paten juga bermunculan. Berdasarkan uraian
dalam latar belakang diatas, maka perlu ada kajian tentang pengaturan alih
teknologi dibidang paten dalam era perdagangan bebas di Indonesia.
Alih
Teknologi Paten Dalam Era Perdagangan Bebas
Dalam
rangka berpartisipasi aktif dalam perdagangan bebas dan globalisasi industri,
peran teknologi sangat diharapkan dalam menunjang pembangunan ekonomi di
Indonesia. Bila melihat sistem ekonomi Indonesia, maka secara normatif sistem
ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan, namun pada perkembangannya,
saat ini sistem ekonomi Indonesia mulai bergeser menuju sistem ekonomi
kapitalis, seiring dengan ikut sertanya Indonesia menjadi anggota WTO.
WTO
mempunyai misi untuk meliberalisasi perdagangan dunia. Liberalisasi perdagangan
dunia terfokus pada penurunan dan peniadaan tariff. Sampai saat ini WTO sebagai
oraganisasi perdagangan dunia belum menampakkan peran nyata dalam menata
perekonomian yang adil dan sejahtera. Perdagangan bebas sebagaimana yang dikehendaki
oleh WTO umumnya lebih menguntungkan negara maju, aturan-aturannya lebih banyak
yang menguntungkan negara industri daripada negara berkembang. Sepanjang
menyangkut negara maju, perbedaan teknologi yang jauh akan sangat berpengaruh
terhadap perdagangan internasional, dengan menampilkan teknologi yang canggih,
negara maju akan mendapatkan reputasi internasional dalam perdangan demi
mencari dukungan ekonomi dan politik dunia. Dalam era-perdangan bebas,
pemanfaatan teknologi lebih difokuskan pada kekayaan intelektual sebagai alat
untuk menjamin monopoli dan akses pasar.
Dalam
Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan teknologi adalah “cara atau metode serta proses atau
produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu
pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan
peningkatan mutu kehidupan manusia”, sedangkan yang dimaksud dengan alih
teknologi dalam undang-undang tersebut adalah “pengalihan kemampuan
memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan,
atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal
dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya”
Kemajuan
teknologi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi paling penting. Sebagaimana
diungkapkan oleh Todaro, ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu:
- Kemajuan teknologi yang bersifat netral
- Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerjaKemajuan teknologi yang hemat modal
Berdasarkan
ketiga kliasifikasi tersebut dapat ditarik benang merah, bahwa kemajuan
teknologi saling mendukung dengan kemajuan ekonomi, yaitu dengan berkembangnya
investasi maka akan meningkatkan kualitas SDM dan kuantitas SDA melalui
pemberdayaan penemuan-penemuan baru serta inovasi teknologi canggih.
Perkembangan teknologi merupakan pijakan dasar bagi suatu negara untuk
menyambut era global yang penuh persaingan.
Alih
teknologi dari suatu negara ke negara lain, umumnya dari negara maju ke negara
berkembang dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada jenis bantuan
teknologi yang dibutuhkan untuk suatu proyek. Teknologi dapat dipindahkan
melalui cara sebagai berikut:
- Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli asing perorangan. Dengan cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi, yang berupa teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok untuk industri kecil dan menengah.
- Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.
- Perjanjian lisensi dalam teknologi, si pemilik teknologi dapat memberikan hak nya kepada setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
- Expertisi dan bantuan teknologi. Keahlian dan bantuan dapat berupa:
- Studi pre-investasi.
- Basic pre-ingeenering.
- Spesifikasi masin-mesin.
- Pemasangan dan menja1ankan mesin-mesin.
- Manajemen
Alih
Teknologi dan HKI sangat berkaitan erat. Hubungan alih teknologi dan
perlindungan HKI terdapat pada Trips Agrement Pasal 7 a.1. yang menentukan:
“perlindungan HKI harus memberi sumbangan pada usaha pendorong penemuan
teknologi dan alih teknologi, berdasarkan keuntungan timbal balik antara
pemilik dan pengetahuan teknologi dan dalam situasi yang kondusif bagi
kesejahteraan sosial dan ekonomis, serta keseimbangan antara hak dan
kewajiban”.
Salah
satu bidang HKI yang terkait langsung dengan teknologi adalah paten.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 butir 1 Ketentuan Umum UU No. 14 Tahun
2001 Tentang Paten yang dimaksud dengan Paten adalah “hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil Invensinya dibidang teknologi,
yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”, sedangkan
dalam butir 2 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Invensi adalah “ide
Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses”.
Di dalam teknologi terkandung kekuatan, baik ekonomi, politik maupun sosial yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis bagi pemiliknya. Perusahaan pemilik teknologi berpaten menguasai monopoli atas penggunaan teknologi tersebut, sehingga mereka dapat mempengaruhi kehidupan politik dan ekonomi negara yang dimasukinya.
Di dalam teknologi terkandung kekuatan, baik ekonomi, politik maupun sosial yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis bagi pemiliknya. Perusahaan pemilik teknologi berpaten menguasai monopoli atas penggunaan teknologi tersebut, sehingga mereka dapat mempengaruhi kehidupan politik dan ekonomi negara yang dimasukinya.
Masalah
pemanfaatan teknologi canggih yang dilindungi paten di negara berkembang juga
menjadi kontroversi, yaitu bagi MNE yang demi meraih keuntungan
sebasar-besarnya, mereka mendayagunakan paten dengan memadukan faktor-faktor
produksi murah dan dominasi teknologi riset&devolepment (R&D)
tetap di negara asal, sedangkan negara berkembang yang mengharapkan penyebaran
teknologi melalui MNE hanya menjadi penonton atau operator mesin saja. Paten
atas teknologi maju telah membawa pemiliknya yaitu MNE menjadi kapitalis baru,
tidak hanya bermodalkan uang, melainkan kekayaan intelektual memainkan peran
penting untuk menguasai pasar internasional.
Secara
internsional ada 3 fase alih teknologi, yaitu: transfer material, transfer
rancang bangun, dan alih kemampuan. Pada kenyataannya, fase-fase alih teknologi
tersebut hanya menjadikan pekerja Indonesia sebagai operator saja, bahkan
terjadi ketergantungan teknologi, baik bahan baku, maupun mesin. Pada fase alih
kemampuan sebenarnya diharapkan dapat membuat perbaikan dan diversifikasi
produk, namun motivasi profit oriented perusahaan asing dan domestik serta
adanya klausula-klausula yang membatasi lisensi menjadi penghalang kemajuan
teknologi maupun untuk mendapatkan paten atas teknologi improvement.
Pengembangan
teknologi sangat penting dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
demikian juga perubahan teknologi yang semakin maju dapat menjadi sarana
perubahan menuju tingkat perekonomian yang lebih maju. Untuk menguasai pasar,
teknologi tersebut harus dijaga dan dilindungi dengan pemilikan paten serta
kontrol yang ketat.
Dari
sudut pandang ekonomi internasional, peranan paten atas teknologi maju sangat
penting dalam penanaman modal MNE dan hubungannya dengan perdangan bebas. Paten
selain dibawa dengan joint venture maupun direct investment (penanaman
modal asing) juga dapat diperoleh melalui transaksi paten, yaitu lisensi paten.
Lisensi dapat bersifat ekslusif, non-ekslusif, paket lisensi, dan lisensi
wajib. Dengan terjadinya perjanjian lisensi (licensee) domestic, maka
hak pemanfaatan secara ekonomis atas paten berpindah. Dengan demikian, batas
perlindungan paten atau monopoli penggunaannya juga beralih kepada licensee,
yaitu untuk membuat, menjual, dan memanfaatkan sebagaimana telah diatur dalam
UU Paten. Dalam praktiknya, banyak klausula dalam perjanjian lisensi yang
merugikan pihak licensee dari segi ekonomi maupun teknologi. Dalam klausula
paten banyak ditemukan restrictive bussines practice, tie-in, grant black, yang
tentunya akan menhambat kemajuan perekonomian dan teknologi.
Dari
pengalaman negara maju, diketahui bahwa negara-negara industri menyebarkan
hukum intelektual mereka setalah mencapai level teknologi tinggi dan produksi
untuk peningkatan ekonomi. Hukum kekayaan intelektual mereka dibuat untuk
menjamin perlindungan terhadap pemilikan teknologi serta pemasaran produknya.
Secara logis, apabila negara berkembang ingin mengadakan perjanjian alih
teknologi dengan negara maju, maka negara berkembang harus menjamin
perlindungan yang sama dengan negara maju. Selain itu, klausula-klausula yang
bersifat menguntungkan negara maju sangat mungkin terjadi berdasarkan keinginan
dan tujuan mereka untuk menguasai pasar global dengan jaminan kemanan teknologi
berpatennya dan keuntungan ekonomis sebanyak-banyaknya.
Menurut
Goans sistem paten yang kuat dapat menciptakan iklim yang mendorong industri
untuk menginvestasikan dan mengalihkan teknologi baru di negara berkembang.
Dari sudut pandang kepentingan teknologi, apabila perlindungan terlalu luas,
maka tidak akan terjadi pengembangan teknologi karena modifikasi sebesar apa
pun akan dikualifikasikan sebagai pelanggaran. Sebaliknya, bila perlindungan
paten diberikan terlalu sempit, maka akan merugikan pihak patentee, karena akan
muncul banyak penemuan dengan teknologi yang mirip-mirip dan kemungkinan
memperoleh paten relatif lebih mudah.
Masalah
perlindungan dan pengalihan teknologi melalui sistem paten telah menjadi
perhatian dunia internasional, terutama bagi negara-negara berkembang yang
kemajuan teknologinya jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan negara-negara
maju. Perlindungan hukum dan pengalihan teknologi dalam sistem paten pertama
kali dikemukan dalam forum internasional oleh Brazilia di sidang umum PBB pada
bulan November 1961, yang mengajukan usul resolusi dengan judul “The Role of
Paten in the Transfer of Teknologi to bundle development Countries” (peran
paten dalam alih teknologi ke negara-negara berkembang). Di Indonesia hal-hal
yang berkaitan dengan masalah alih teknologi melalui sistem paten diatur dalam
UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten. Dengan adanya pengaturan alih teknologi
dalam UU Paten diharapkan dapat merangsang masuknya inventor asing ke Indonesia
serta memberikan kemudahan transfer teknologi dari negara maju ke Indonesia.
Salah
satu masalah alih teknologi melalui sistem paten yang diatur dalam UU No. 14
Tahun 2001 adalah kedudukan paten-paten asing yang didaftarkan di Indonesia. UU
No. 14 Tahun 2001 tidak saja memberikan perlindungan hukum terhadap paten-paten
yang dimiliki oleh orang Indonesia (paten nasional), tetapi juga memberikan
kesempatan kepada warga negara asing untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap
patennya di Indonesia. Hal ini merupakan konskwensi dari keikutsertaan
Indonesia dalam Konvensi Paris. Terbukanya kesempatan bagi warga negara asing
untuk memperoleh perlindungan terhadap patennya diatur dalam pasal 26, 27, dan
29 UU No. 14 Tahun 2001.
Dalam
rangka alih teknologi, Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2001 mengamantkan pemegang
paten asing yang mendapatkan perlindungan di Indonesia wajib melaksanakan
patennya di wilayah Negara Republik Indonesia. Kemudian pasal 75 menyebutkan
apabila dalam jangka waktu 3 tahun paten tersebut tidak dilaksanakan, maka
Dirjen HKI dapat melaksanakan lisensi wajib.
UU
No. 14 tahun 2001 juga mengatur pembatasan pada bagian lisensi (khususnya Pasal
71) yang intinya menyatakan bahwa perjanjian lisensi tidak boleh berisi ketentuan-ketentuan
yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan pengaruh yang merugikan
perekonomian Indonesia atau pembatasan tertentu yang mengahalangi kemampuan
bangsa Indonesia untuk menguasai dan mengembangkan teknologi yang berkaitan
dengan temuan yang telah dipatenkan. Walaupun Pasal 71 UU No. 14 Tahun 2001
telah mengatur larangan-larangan dalam perjanjian lisensi, namun baik dalam
pasal maupun dalam penjelasannya, Pasal 71 tersebut belum memberikan pengertian
yang jelas mengenai tiga macam larangan-larangan yang diatur dalam pasal
tersebut.
Dalam
ketentuan Pasal 72 UU No. 14 Tahun 2001 disebutkan bahwa:
- Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya
- Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatat di Direktorat Jendral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
Ketentuan
pidana dalam UU No. 14 tahun 2001 tidak menyatakan pelanggaran terhadap Pasal
72 ini merupakan tindak pidana, sehingga dapat dilihat bahwa kewajiban untuk
mendaftarkan perjanjian lisensi hanya sekedar anjuran saja, sehingga tidak
jelas arah dan tujuannya. Jika kemudian pemerintah memilih hak lisensi yang
perjanjiannya tidak didftarkan tersebut tidak diperkenankan untuk dilaksanakan
di Indonesia maka hal ini justru akan menghambat arus modal asing.
Di
India, alih teknologi dipandang sebagai proses aliran kekayaan dari luar negeri
ke India, sehingga masalah alih teknologi diatur dalam Foreign Exchange
Regulation Act. Di Malaysia, alih teknologi dikaitkan dengan kegiatan penanaman
modal sehingga diatur secara khusus dalam UU insentif dan UU penanaman modal,
bahkan di Argentina pengaturannya menggunakan UUPMA dan UU alih teknologi. Saat
ini masalah alih teknologi lebih difokuskan pada persaingan global dan monopoli
serta kekayaan intelektual meskipun masih dalam kerangka permasalahan penanaman
modal asing dan kualitas SDM. Pengalaman Korea lebih mefokuskan alih teknologi
pada hukum kontrak, yang dimaksudkan untuk lebih menjamin kedudukan pihak
lisensi.
Di
Indonesia pengaturan alih teknologi dibidang paten diatur dalam UU No. 14 Tahun
2001. UU No. 14 Tahun 2001 merupakan wujud komitmen Indonesia karena telah
meratifikasi TRIPs. Sejarah terbentuknya TRIPs dilandasi keinginan negara
industri kapitalis untuk menguasai pasar ekonomi dunia dengan memaksakan
berlakunya aturan standar hak kekayaan intelektual di negara berkembang. Hal
ini dilakukan semata-mata untuk menjamin perlindungan intellectual property-nya
serta dapat menjamin keamanan berinvestasi. Hingga saat ini, Indonesia belum
mempunyai strategi yang mantap untuk alih teknologi dengan menyediakan
perangkat perundangan yang khusus mengatur strategi nasional dalam pengalihan
teknologi dan peraturan operasionalnya. UU No. 14 Tahun 2001 memang telah memberikan
perlindungan terhadap penemuan di bidang teknologi dan lisensi, namun demikian,
penegakan hukum serta perangkat hukum di bawahnya masih perlu disediakan dan di
efektifkan melalui pengaturan secara khusus tentang alih teknologi.
Hukum
sebagai sarana pembaharuan sosial harus mampu untuk memberikan perlindungan
terhadap perkembangan baru, untuk itu alih teknologi harus segera diatur
menurut hukum Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia harus menyadari
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam
mempercepat pembangunan sosio-ekonomi nasional dan khususnya dalam memperlancar
peningkatan produksi dari barang dan jasa dalam sektor industri dan memasukkan
teknologi asing yang cocok yang tepat dari luar negeri kedalam negeri dengan
ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan harga yang menguntungkan bagi
kepentingan nasional. Pengaturan tentang alih teknologi perlu diperhatikan
dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pengembangan teknologi baru di
Indonesia.
Kesimpulan
Pengaturan
alih teknologi dibidang paten dalam era perdagangan bebas di Indonesia sampai
saat ini belum terakomodasi dalam perangkat peraturan perundang-undangan yang
secara khusus dapat mengatur strategi nasional dalam pengalihan teknologi,
padahal teknologi dan perlindungannya dalam hukum paten berperan sangat penting
dalam pertumbuhan ekonomi. Masalah-masalah yang terkait dengan alih teknologi
di Indonesia memang telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten,
namun pada tataran implentasinya UU No. 14 Tahun 2001 belum mampu mengakomodasi
dan memberikan perlindungan dan keuntungan dalam pemanfaatan alih teknologi.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar